November 18, 2008

Carok Perlu Makna Baru

RADAR MADURA, Selasa, 23/07/2002


Carok Perlu Makna Baru



PAMEKASAN - Sulitnya menghilangkan "budaya carok" yang masih berlangsung di Madura, mendapat tanggapan antropolog Universitas Jember (Unej) Dr Latief Wiyata MA.

Menurut pria kelahiran Parsanga, Sumenep ini, seharusnya carok dalam arti perang fisik yang memunculkan korban, sudah terkubur di bumi Madura. Pasalnya, dari tahun ke tahun berikutnya, masyarakat Madura sudah tercerahkan dan terdidik di ranah kognitifnya.

Hal tersebut dikatakan Latief dalam seminar bertajuk "Refleksi Budaya Menuju Penguatan Identitas Nilai Budaya Lokal" yang diselenggarakan FS-KMM Jogjakarta di Auditorium PKPN, kemarin.

Dikatakan, carok yang seharusnya berlangsung di Madura adalah fight (bertarung) melawan egoisme yang dimiliki individu. Dengan kata lain, individu menahan emosi dan mencari cara lain untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Sebab, menurut alumni pasca-sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta ini, apapun alasannya, carok bukan cara keluar dan penyelesaian masalah.

Karena itu, tambah Latief, masyarakat Madura masih berbau paternalistik, ulama harus mengambil peran untuk memutus mata rantai carok dalam pengertian duel kematian. Selain itu, pemerintah dan instansi terkait diharapkan jadi fasilitator yang baik dalam prevensi "budaya carok".

Latief menilai, ada penurunan signifikan "budaya carok" dibanding masa sebelumnya. Meski begitu, masyarakat Madura masih tega membunuh sesamanya dengan dalih dukun santet atau lainnya. "Carok ataupun pembunuhan dengan dalih dimaksud, harusnya tidak terjadi lagi. Bukan saja karena bertentangan dengan agama dan hukum, melainkan, hal seperti itu kian menunjukkan bahwa kita tertinggal," jelasnya.

Sementara, penyair asal Madura, Kus Waidi Syafii, mengatakan bahwa "budaya carok" dianggap kadaluarsa. Yang lebih penting baginya, carok (perang tanding) lebih diarahkan untuk hal yang positif. Dia mencontohkan, carok yang diharapkan berupa peperangan melawan ketidakadilan dan kemiskinan dengan cara mengadu konsep atau dialog.

"Saya kira, harus ada pemaknaan carok yang baru dan lebih kontekstual. Kalau carok seperti dulu (duel kematian, Red.), wah, itu sudah kadaluarsa," pungkas Kus yang disambut tepuk tangan peserta. (ror)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar